FMPP memiliki nama asli Majlis Musyawarah Pondok Pesantren (MMPP). FMPP dihelat perdana pada tahun 1995 di PP. Al-Falah Ploso, bermula dari cakupan terbatas yakni kawasan se-Keresidenan Kediri, FMPP saat ini telah telah meluaskan cakupannya hingga se-Jawa Madura. Forum yang dilaksanakan 2 kali dalam setahun tersebut telah berhasil menyelenggarakan Forum ke-40 dan memberikan kesempatan bagi Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan untuk menjadi tuan rumah. Sedangkan dalam FMPP ke-40 ini terdapat 3 komisi yang akan memecahkan problematika yang telah disiapkan.
Sekilas problematika yang akan dibahas di Jalsah Ula (Sidang Pertama) dalam Bahtsul Masa’il FMPP ke-40 di Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah diantaranya, Komisi A membahas Boikot produk Israel. Sedangkan Komisi B membahas Pengungsi Rohingya yang meresahkan. Adapun Komisi C yang akan membahas Problematika Kenaikan Dana Haji.
Komisi A
Hukum Boikot Produk Israel
PPSD–(10/01/2024) Hukum Boikot Produk Israel dan Gerakan Julid Fi Sabilillah adalah tema perdana (jalsah ula) yang dibahas oleh Komisi A dalam Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) ke-40 di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Problematika ini menjadi menarik karena istilah Boikot belum dikenal dalam konteks kitab kuning, sedangkan para peserta musyawarah (musyawirin) dituntut untuk langsung merujuk kepada kitab kuning untuk menemukan dalil yang dapat menguatkan argumen dan menentukan hukum Syariat. Hasil putusan atau rumusan dari musyawarah jalsah ula diserahkan kepada Tim Perumus Mushohhih. Hasil tersebut akan dipaparkan ketika Penutupan Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) ke-40 (11/01). Tetapi secara umum mayoritas masyarakat sepakat atas keputusan Gerakan Pemboikotan pada produk Israel dan Afiliasinya. Bahkan pada bulan lalu (10/11/2023) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang isinya menghimbau umat Islam untuk semaksimal mungkin berhenti mengkonsumsi produk perusahaan pendukung Israel sebagai bentuk solidaritas dan pembelaan kepada warga Palestina. Namun ada beberapa point penting yang harus diperhatikan atas Gerakan Pemboikotan itu yaitu “Wajib dukung boikot, tetapi dengan pengecualian Gerakan Pemboikotan tidak berimbas merugikan terhadap pedagang dari kalangan warga Indonesia” ujar Ustadz Muhammad Mubasysyarum Bih selaku Pimpinan Sidang jalsah ula Komisi A. Sedangkan waktu yang digunakan untuk Musyawarah jalsah ula Komisi A ini memakan waktu 4 jam (20.00-00.00 WIB).
Narasumber : Muhammad Mubasysyarum Bih (Pimpinan Sidang Jalsah Ula Komisi A).
Reporter : Syam Abdillah Yahya, Moch. Rully Efendi.
Editor : Muhammad Ilham Jefri Albukhori
Komisi B
Pengungsi Rohingya Yang Meresahkan
Lamongan – FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren) yang berlangsung di Ponpes Sunan Drajat dimulai pada tanggal 10 Januari 2024 ialah yang pertama kali diadakan di Ponpes Sunan Drajat. Forum ini dihadiri oleh 274 Pondok Pesantren Besar se-Jawa Madura.
Jalsah Ula yang diselenggarakan di komisi B yang bertempat di Auditorium PPSD ini, membahas sebuah permasalahan tentang para pengungsi Rohingya dengan tema potret fenomena pengungsi Rohingya yang disoroti di Aceh diantaranya hal-hal yang tidak menyenangkan dan menimbulkan beberapa problem sosial hingga penolakan warga Aceh.
Jalsah Ula yang terjadi pada Rabu Malam (10-01-2024) ini berlangsung dengan sangat seru dan panas, dikarenakan jawaban serta bantahan unik yang menimbulkan dampak baik bagi forum Bahtsul Masa’il tersebut. Dan ada beberapa permasalahan yang dilakukan kaum Rohingya dan membuat Ust. Mudaimulloh Azza menyatakan “Kalau di aspek manusiawi mereka membutuhkan kewarganegaraan, kesejahteraan, papan, pangan, sandang, dll. Dan juga mereka tidak menghargai adat istiadat masyarakat Aceh dan juga melakukan hal-hal yang meresahkan bagi warga Aceh.” Ujar moderator forum musyawarah tersebut.
Pembahasan yang dimusyawarahkan di forum Bahtsul Masa’il tersebut adalah hukum ketika Masyarakat Aceh menolak rohingnya diperbolehkan atau tidak. Masalah-masalah yang dilakukan oleh para Rohingya membuat resah warga Aceh sehingga membuat warga Aceh berfikir “Betul nggak mereka itu pengungsi?”. Dan forum tersebut menjelaskan bahwa “pengungsi ialah orang yang mengalami penindasan dinegaranya, sehingga hak-hak asasi manusia itu hilang.” Ujar Sang Moderator.
Ust. Muda’I menjelaskan bahwa Madhlum adalah orang yang terdhalimi. Pada kewajiban syariat menyikapi orang madhlum adalah harus menolong sesuai dengan kebutuhan dari para pengungsi yang berstatus kehilangan kewarganegaraannya. Dan upaya para pengungsi itu ialah agar mereka mempunyai status kewarganegaraan.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mencetuskan komite UNHCR yang bergerak untuk memberikan solusi bagi para korban perang dan pengungsi yang telah disepakati oleh badan internasional pada tahun 1951 yang disebut dengan konferensi jenewa. “Dan untuk negara kita sendiri tidak menandatangani konferensi tersebut. Sekalipun tidak memiliki tanggung jawab, negara kita memberikan pertolongan dan bantuan. Akan tetapi, timbal balik yang diberikan oleh kaum Rohingya membuat kita rugi sehingga pencurian, pelecehan, dan tindak asusilapun terjadi, dan wajar untuk ditolak” ujar Bapak moderator tersebut.
Forum yang dihadiri oleh 600 santri banding 3 dari masing-masing komisi membawakan jawaban unik dan aneh, sehingga membuat suasana yang tegang tadi berubah menjadi rileks.
Dan hasil akhir dalam Bahtsul Masail tersebut yang pertama adalah ada beberapa pihak yang bertanggung jawab bagi para pengungsi tersebut dan yang kedua Indonesia tidak bertanggug jawab atas para pengungsi tersebut pada konferensi Jenewa dan yang terakhir adalah bahwa para pengungsi tersebut aslinya bukan benar-benar pengungsi yang membutuhkan fasilitas untuk hidup. Dan ada yang menjelaskan bahwa mereka (kaum Rohingya) malah berkeinginan untuk mempunyai fasilitas lebih. (Kamis, 11/01/24)
Narasumber : Ust. Mudaimullah Azza – Lirboyo, Kediri (Moderator Jalsah Ula Komisi B)
Reporter : Azel Aurellia Afif
M. Fiqri Sirojuddin F.
Editor : Achmad Labib
Komisi C
Problematika Kenaikan Dana Haji
PPSD-Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) ke-40 di Komisi C yang berada di musholla Al-Maftuhan tepatnya di Madrasah Aliyah 7 Sunan Drajat Lamongan dimulai jam 19.30-00.00 pada Rabu (10/1/2024).
Di komisi C ini mengusung tema “Problematika Dana Haji” dengan banyak peserta sebanyak 150 lebih. Diantaranya ada dari Situbondo, Banyuwangi sampai Madura. Dengan di pimpin Moderator dari Ploso, Kediri yakni Ustadz Ahmad Muhammad dan didampingi oleh Notulen, Perumus dan Mushohih.
Disini membahas masalah yang berhubungan dengan problematika kenaikan dana haji. Dari pro dan kontra terkait dana haji sampai sudut pandang fiqih secara syariat ini benar apa tidaknya. Jadi untuk sisi yang pro ini untuk maslahat jadi dibenarkan. Tetapi, untuk pihak kontra dengan pemerintah meminta untuk perlu dikaji ulang. Meskipun, berdasarkan undang-undang ada kebijakan haji.
Masalah ini apakah perlu di kaji ulang masalah fiqih nya karena terlepas dari mashlahatul imam A’rofbil Masholih. Sudut pandang yang terkait pada pihak kontra terkait masalah dana haji. Sebenarnya nya kebijakan pemerintah dari dana haji itu sudah tepat atau belum karena terkesan dari mayoritas masyarakat biasanya menunggu untuk haji nya yang sangat lama.
“Kesimpulan dari Jalsah ula pada komisi C kali ini adalah dari penaikan dana haji secara hukum fiqih sudah dibenarkan. Cuma kalau terkait masalah ibarot yang spesifik, terkait regulasi kenaikan biaya perlu di kaji ulang karena belum ada jawaban yang secara solid tapi kalau secara kebijakan subtansi, secara maslahat tidak bermasalah karena sudah secara syariat”, Terang Moderator komisi C, Ahmad Muhammad pada saat berbincang dengan tim Media FMPP, Rabu(10/1/2024).
Untuk besok pada Jalsah Tsaniyah masih dalam pembahasan dana haji tapi lebih ke spesifik masalah penggunaan subsidi antara manfaatnya itu milik pemerintah atau milik jamaah haji itu sendiri. Sehingga, kalau milik jamaah mestinya tidak di benarkan untuk nilai manfaatnya.untuk besok (11/1) Moderator yang akan memandu jalannya bahtsul masail yakni Ustadz Adhim Fadhlan dari Lirboyo, Kediri.(yzd/fmpp)